kedai aku

Monday, February 25, 2013

RAHSIA DAN PENGAJARAN DI SEBALIK KISAH PENCULIKAN ISTERI PENDAKWAH FAUZAN AL ANSHARI

SALAM-ONLINE: Seperti diberitakan sebelumnya, Umi Olif, istri aktivis Islam Fauzan Al-Anshari diculik beserta putrinya, Alifa, pada Ahad, 10 Februari 2013. Tapi pada Rabu (13/2/2013) penculiknya mengembalikan istri dan putrinya itu setelah sebelumnya dilakukan nego antara Fauzan dengan sang penculik. 
Mengapa istri dan putri Fauzan diculik, dan mengapa pula penculiknya mengembalikan Umi Olif dan putrinya? Lihat: ‘Putri & Istri Aktivis Islam yang Diculik Dikembalikan Penculiknya, Ada Apa di Balik Ini?‘(nasional/salam-online, 15/2/2013). Lantas, bagaimana perlakuan penculik terhadap Umi Olif dan putrinya? Inilah testimoni dan kisah Umi Olif selama beberapa hari ia dan putrinya diculik hingga bertemu kembali dengan suaminya:
Aku tidak tahu harus memulai kisahku dari mana… Aku tidak seperti perempuan pada umumnya karena aku punya penyakit autis. Aku selalu di rumah menghafal Al-Qur’an dan mengurus anak. Aku tipe orang yang....tajuk / Link
sangat tertutup, susah bersosialisasi, pendiam, walaupun orang dekatku menganggap aku banyak bicara.
Tapi jika aku bertemu orang baru, mungkin orang baru ini akan menganggapku sombong. Aku tidak mengenal basa-basi. Aku juga penakut sehingga selalu di rumah. Aku tidak pernah pergi keluar rumah sendiri, meskipun hanya pergi ke warung aku tidak pernah melakukannya.
Tapi di sini aku akan bercerita bagaimana aku yang penghafal Qur’an dan selalu menjaga kesucian diri di rumah bisa pergi meninggalkan rumah begitu saja.
Semua kebutuhanku memang sudah terpenuhi dan mungkin lebih dari cukup. Aku menyayangi suamiku, begitu pula sebaliknya hingga suatu ketika suamiku memberikan ponselnya kepadaku sebagai hadiah dan sudah pasti jika ada SMS atau telpon masuk itu ditujukan ke suamiku.
Sebelumnya dia memberitahu dan memerintahku kalau ada SMS dari nomor yang tidak dikenal agar aku tidak membalasnya. Awalnya aku menurut. Tiap kali ada SMS masuk aku tidak membalasnya, hingga suatu ketika ada pesan dari nomor yang tidak kukenal.
Seperti biasa aku tidak membalasnya tapi dia masih terus saja SMS, sampai akhirnya dia mengirim pesan yang bunyinya: “Kamu laki atau perempuan.” Aku yang ketika itu memang sedang lalai akhirnya tertarik untuk menjawabnya. Aku mengatakan pada orang itu bahwa aku sudah bersuami.
Dia pun bertanya siapa suamiku, aku menjawab bahwa suamiku adalah Fauzan Al-Anshari. Dia membalas dengan bertanya kenapa aku mau menjadi istrinya, aku membalas singkat bahwa menurutku suamiku adalah seorang yang, insya Allah, shalih.
Demikianlah aku terus melakukan komunikasi dengan laki-laki itu. Walaupun suamiku setiap hari mengecek hpku, tapi tidak ada tanda-tanda atau bekas yang tertinggal sama sekali sehingga dia tidak tahu “permainan”ku.
Aku terus melakukan “permainan” dengan orang yang tidak kukenal itu dan walaupun dia berganti-ganti nomor aku tetap saja tahu kalau itu dia.
Sampai pada suatu ketika ada SMS dari dia yang isinya mengajakku bertemu dengannya. Aku menolaknya karena memang aku menganggap semua ini hanya main-main belaka dan aku tidak pernah berpikir untuk pergi meninggalkan rumah atau lain sebagainya karena aku memang tidak pernah keluar rumah sama sekali.
Kemudian dia membalas bahwa dialah yang akan menemuiku. Aku agak kaget tapi aku hanya menganggapnya bohong saja karena menurutku untuk apa dia menemui perempuan yang sudah bersuami sepertiku. Tapi setelah itu aku merasa tidak bisa jauh darinya.
Sampailah pada Sabtu (9/2/2013) sore, dia memberitahuku bahwa dia akan menjemputku dan menyuruhku supaya pergi. Entah apa yang ada di benakku, aku pun langsung menurutinya. Dia menyuruhku menunggunya di tempat sekitar 300 meteran dari rumahku. Namun tak lama dia memberitahuku bahwa dia tidak jadi menemuiku dan menyuruhku pulang kembali. Aku tanpa rasa takut atau menyesal langsung pulang kembali.
Keesokan harinya aku merasakan pusing sekali dan aku sangat membenci suamiku tanpa sebab. Pada hari Ahad (10/2/2013) pagi pukul delapan suamiku pergi karena ada acara pembagian rapor santri di Babakan Banjar, sekitar 5 km dari pesantren, tempat aku tinggal bersama suaamiku. Suamiku mengajakku tapi aku menolak untuk ikut, selain itu aku masih pusing.
Kemudian laki-laki yang tidak aku ketahui namanya itu menyuruhku pergi dari rumah karena dia sudah dekat dengan tempat dimana dia akan menjemputku di situ. Dia memberitahu bahwa dia naik bis Budiman (bis Budiman jurusan Ciamis-Jakarta, red) serta menyuruhku bersiap.
Dia berpesan agar aku tidak membawa apapun, termasuk ponselku, kecuali pakaian anakku. Dan sebelum pergi, aku harus menghapus semua berkas (SMS) yang ada di hpku.
Setelah itu semua aku lakukan, aku pun menggendong bayiku, kemudian pergi dengan menanggalkan semua rasa takutku. Aku pergi lewat jalan yang tidak biasa kulewati. Setelah sampai di pinggir jalan raya, tanpa menunggu, ternyata bis itu sudah tepat di depanku dan langsung berhenti.
Sekali lagi, aku melakukan hal yang seumur hidupku tidak pernah kulakukan. Aku yang biasanya takut dan tidak bisa menyeberang jalan raya, namun tiba-tiba tanpa rasa takut sedikit pun, bahkan aku tidak menoleh ke kanan atau kiri, langsung saja berjalan menuju bis itu.
Setelah aku naik bis, karena aku tidak tahu orang yang akan kutemui ini berwajah seperti apa, aku pun agak bingung. Tapi karena bis sudah berjalan, maka aku langsung saja duduk di kursi yang kosong.
Setelah duduk, aku menoleh ke belakang. Ternyata ada seorang lelaki paruh baya berjenggot dan berhidung mancung seperti keturunan arab yang melambaikan tangannya kepadaku. Aku langsung saja menuju kepadanya dan duduk di sampingnya.
Selama perjalanan yang aku tidak tahu tujuannya ke mana, kami saling berdiam diri dan ketika bis berhenti untuk istirahat kami pun tidak turun. Dia hanya memberiku sebotol air yang membuatku merasa semakin “tenang” bersamanya.
Selama di perjalanan bukan aku dan dia saja yang membisu, tapi anakku pun ikut senyap. Kemudian lelaki itu menyetop bis yang kami tumpangi di depan jalan tol Cileunyi. Dia turun dengan sangat tergesa-gesa sampai aku masih tertinggal di bis itu.
Setelah aku turun dia berjalan sangat cepat sehingga aku tertinggal jauh darinya. Dia pun akhirnya membawa tasku dan berhenti di pinggir jalan untuk menunggu taksi.
Tapi karena taksi tak ada, maka dia pun kembali mengajakku ke depan jalan tol lagi. Di situ kami pun langsung mendapat taksi dan dengan sangat tergesa-gesa kami naik.
Di dalam taksi kami masih membisu. Aku tidak tahu ke mana aku di bawa pergi, hingga kami sampai di sebuah rumah yang menurutku adalah rumahnya. Dia membuka gerbang kemudian menyuruhku masuk. Di dalamnya terdapat dua buah mobil, perabotnya pun lengkap tapi sangat terlihat di sana bahwa rumah itu seperti jarang dihuni.
Aku pun masuk. Dia menempatkanku di salah satu kamarnya, lalu menyuruhku shalat zuhur dan ashar, dan kemudian ia keluar dari kamar. Dia membiarkanku di kamar itu dan baru menemuiku ketika ia memberiku makan malam serta menyuruhku supaya shalat. Aku pun hanya menurut saja pada apa yang dia perintahkan padaku.
Setelah itu dia duduk di sebelahku dan menyuruhku tidur. Aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi padaku setelah itu, dan begitulah aku selama tiga hari bersamanya. Aku lupa dengan suamiku dan aku tidak melakukan sesuatu pun kecuali apa yang dia perintahkan padaku.
Aku tidak dapat membayangkan seandainya Allah mematikanku saat itu, ketika aku sedang lalai dari-Nya, di kala aku jauh dan berbuat maksiat kepada-Nya.
Namun pada hari ketiga, tepatnya Rabu (13/2/2013) pagi, aku merasa kalau aku mulai sadar. Aku sangat takut, aku tidak tahu di mana aku berada dan aku pun mulai menangis. Lambat laun volume tangisanku pun semakin bertambah keras hingga dia pun mulai panik. Badanku sangat lemas.
Dia memberiku makan tapi aku menolaknya. Aku hanya ingin segera pulang dan bertemu suamiku sambil terus menangis. Sekitar pukul sebelas dan tangisku mulai reda, kemudian dia mengajakku naik mobilnya, pergi ke tempat yang aku tidak tahu ke mana tujuannya.
Setelah perjalanan agak lama dia menghentikan mobilnya, kemudian turun dan kembali lagi sambil menyuruhku keluar mobil. Aku menurut. Dia membawaku ke sebuah bis yang aku tidak tahu mau dibawa ke mana aku oleh bis itu. Dia menyuruhku masuk bis itu. Aku takut, namun aku tak kuasa menolaknya.
“Gak usah takut, aku ada di dekat-dekat situ kok,” katanya sambil menyodorkan roti dan sebotol minuman padaku. Setelah itu, dia melakukan sesuatu yang membuat hatiku hancur berantakan! Dengan tanpa rasa malu dia mengecup keningku dan mengelus kepalaku.
Dia menatapku, aku hanya meliriknya sesaat. Dia juga menaruh hp di saku bajuku yang dengan hp itu aku bisa berhubungan kembali dengan suamiku. Barulah setelah itu dia turun dari bis dan menaiki mobilnya kembali.
Sepanjang perjalanan aku bingung kenapa aku dinaikkan ke bis yang menuju Bandara (Soekarno-Hatta, red). Tapi setelah itu aku tahu kalau suamiku akan menuju bandara dan di sana juga sudah ada beberapa temannya. (Sebelumnya sang penculik melakukan komunikasi via SMS dengan Fauzan Al-Anshari, seperti diberitakan sebelumnya, dimana intinya sang penculik ingin mengembalikan Umi Olif dengan catatan Fauzan tidak menggembar-gemborkan penculikan istrinya, dan disepakatilah Umi Olif dan putrinya diarahkan ke bandara Soekarno-Hatta. Untuk memudahkan, Umi Olif dilengkapi dengan ponsel, red).
Aku pun mulai tenang dan terus berdzikir, berdoa serta bertaubat, jangan sampai aku mati di tengah perjalanan. Setelah sampai di bandara aku menuju mushalla dan bertemu dengan seorang teman suamiku. Aku terus menunggu suamiku, sampai akhirnya Allah mempertemukanku dengan suamiku lagi. Alhamdulillah.
Dan, meskipun aku sudah bersama suamiku, ternyata si laki-laki itu masih saja menggangguku. Aku beberapa kali masih merasakan pusing seperti yang kurasakan hari Ahad pagi saat aku hendak pergi bersamanya. Juga, aku merasa sangat benci kepada suamiku tanpa sebab.
Tapi ternyata tipu daya syaitan sangat lemah, karena, alhamdulillah, setelah suamiku meruqyahku, semua gangguan itu hilang. Ya, asalkan kita selalu berdzikir mendekatkan diri pada Allah pasti kita akan terlindungi.


Umi Olif, Fauzan & putrinyaItulah kisahku. Aku menulisnya dengan segala keterbatasanku bagaimana aku terjebak dalam perangkap syaitan.
Saudaraku, semoga kisahku ini bisa menjadi ibroh atas kalian semua, bahwa itu semua terjadi atas kelalaian dan ketidaktaatanku pada suamiku, walaupun aku penghafal Qur’an dan selalu berdiam diri di rumah.
Namun ingatlah bahwa syaitan tidak akan pernah berhenti mangajak kita berbuat maksiat tanpa memandang statusnya.
Aku sangat menyesal. Tapi apalah arti penyesalan jika tidak diiringi dengat pertaubatan. Semoga Allah menerima taubatku. Dan ini semua bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Aamiin. (Umi Olif), salam-online





No comments:

Post a Comment